UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN
TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang
kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan
pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh
bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu
didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang
dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif;
c. bahwa
perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional
perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum
dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEROAN TERBATAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang
Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.
3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah
komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
4. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya
disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
5. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan,
baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
6. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
7. Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau
Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
8. Perseroan Publik adalah Perseroan yang
memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
9. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan
yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan
diri berakhir karena hukum.
10. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu
Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan
yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri
berakhir karena hukum.
11. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham
Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
12. Pemisahan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha
yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum
kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan
beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.
13. Surat Tercatat adalah surat yang dialamatkan kepada penerima dan
dapat dibuktikan dengan tanda terima dari penerima yang ditandatangani dengan
menyebutkan tanggal penerimaan.
14. Surat Kabar adalah surat
kabar harian berbahasa Indonesia
yang beredar secara nasional.
15. Hari adalah hari
kalender.
16. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pasal 2
Perseroan
harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau
kesusilaan.
Pasal 3
(1)
Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan
yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian
Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku apabila:
a.
persyaratan Perseroan sebagai badan
hukum belum atau tidak terpenuhi;
b.
pemegang saham yang bersangkutan baik
langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk
kepentingan pribadi;
c.
pemegang saham yang bersangkutan
terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
d.
pemegang saham yang bersangkutan baik
langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan,
yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang
Perseroan.
Pasal 4
Terhadap
Perseroan berlaku Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
(1) Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan
dalam wilayah negara Republik Indonesia
yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai
dengan tempat kedudukannya.
(3) Dalam surat-menyurat, pengumuman yang
diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan akta dalam hal Perseroan
menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Perseroan.
Pasal 6
Perseroan
didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana
ditentukan dalam anggaran dasar.
BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR
DAN
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR,
DAFTAR
PERSEROAN DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau
lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil
bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku dalam rangka Peleburan.
(4) Perseroan memperoleh status badan hukum pada
tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan.
(5) Setelah Perseroan memperoleh status badan
hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang
bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau
Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
(6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang,
pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan
kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan
negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.
(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan
oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan
pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi:
a.
Persero yang seluruh sahamnya dimiliki
oleh negara; atau
b.
Perseroan yang mengelola bursa efek,
lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan
lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Pasal 8
(1)
Akta pendirian memuat anggaran dasar dan
keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memuat sekurang-kurangnya:
a.
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,
pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama,
tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
b. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,
pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris
yang pertama kali diangkat;
c.
nama pemegang saham yang telah mengambil
bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah
ditempatkan dan disetor.
(3) Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat
diwakili oleh orang lain berdasarkan surat
kuasa.
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4),
pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi
sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi
format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
a.
nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b.
jangka waktu berdirinya Perseroan;
c.
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
Perseroan;
d.
jumlah modal dasar, modal ditempatkan,
dan modal disetor;
e.
alamat lengkap Perseroan.
(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan.
(3) Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pendiri hanya dapat
memberi kuasa kepada notaris.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengajuan dan pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada Menteri
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian
ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
(2) Ketentuan mengenai dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Apabila format isian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas
permohonan yang bersangkutan secara elektronik.
(4) Apabila format isian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya
kepada pemohon secara elektronik.
(5) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara
fisik surat
permohonan yang dilampiri dokumen pendukung.
(6) Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas)
hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan
yang ditandatangani secara elektronik.
(7) Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan
kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal tersebut kepada pemohon secara
elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) menjadi gugur.
(8) Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur,
pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali permohonan
untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
(9) Dalam hal permohonan untuk memperoleh
Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan
Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan
pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
(10) Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
juga bagi permohonan pengajuan kembali.
Pasal 11
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) bagi daerah tertentu yang belum
mempunyai atau tidak dapat digunakan jaringan elektronik diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan
kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum
Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut
dilekatkan pada akta pendirian.
(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal dan nama serta
tempat kedudukan notaris yang membuat akta otentik tersebut disebutkan dalam
akta pendirian Perseroan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak
menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat Perseroan.
Pasal 13
(1) Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan
Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi
badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima
atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum
yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.
(2) RUPS pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat
60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sah apabila RUPS dihadiri oleh pemegang saham yang
mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan suara
bulat.
(4) Dalam hal RUPS tidak
diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau RUPS
tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setiap
calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara
pribadi atas segala akibat yang timbul.
(5) Persetujuan RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan apabila perbuatan hukum tersebut
dilakukan atau disetujui secara tertulis oleh semua calon pendiri sebelum
pendirian Perseroan.
Pasal 14
(1)
Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum,
hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri
serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung
jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang belum memperoleh
status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri
yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan.
(3) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), karena hukum menjadi tanggung jawab Perseroan setelah Perseroan menjadi
badan hukum.
(4) Perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya mengikat dan menjadi tanggung
jawab Perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang
saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham Perseroan.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah
RUPS pertama yang harus diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari
setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.
Bagian Kedua
Anggaran Dasar dan Perubahan
Anggaran Dasar
Paragraf 1
Anggaran Dasar
Pasal 15
(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a.
nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b.
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
Perseroan;
c.
jangka waktu berdirinya Perseroan;
d.
besarnya jumlah modal dasar, modal
ditempatkan, dan modal disetor;
e.
jumlah saham, klasifikasi saham apabila
ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap
saham, dan nilai nominal setiap saham;
f.
nama jabatan dan jumlah anggota Direksi
dan Dewan Komisaris;
g.
penetapan tempat dan tata cara
penyelenggaraan RUPS;
h.
tata cara pengangkatan, penggantian,
pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
i.
tata cara penggunaan laba dan pembagian
dividen.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.
(3) Anggaran dasar tidak boleh memuat:
a.
ketentuan tentang penerimaan bunga tetap
atas saham; dan
b.
ketentuan tentang pemberian manfaat
pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Pasal 16
(1) Perseroan
tidak boleh memakai nama yang:
a.
telah dipakai secara sah oleh Perseroan
lain atau sama pada pokoknya dengan nama Perseroan lain;
b.
bertentangan dengan ketertiban umum
dan/atau kesusilaan;
c.
sama atau mirip dengan nama lembaga
negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin
dari yang bersangkutan;
d.
tidak sesuai dengan maksud dan tujuan,
serta kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa
nama diri;
e.
terdiri atas angka atau rangkaian angka,
huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; atau
- mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum,
atau persekutuan perdata.
(2) Nama Perseroan harus didahului dengan frase
"Perseroan Terbatas" atau disingkat "PT".
(3) Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada akhir nama Perseroan
ditambah kata singkatan "Tbk".
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 17
(1) Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah
kota atau kabupaten dalam wilayah negara
Republik Indonesia
yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.
Pasal 18
Perseroan
harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam
anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 19
(1) Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS.
(2) Acara mengenai perubahan anggaran dasar wajib
dicantumkan dengan jelas dalam panggilan RUPS.
Pasal 20
(1) Perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah
dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan, kecuali dengan pesetujuan kurator.
(2) Persetujuan kurator sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilampirkan dalam permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan
anggaran dasar kepada Menteri.
Pasal 21
(1) Perubahan anggaran dasar tertentu harus
mendapat persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan
Perseroan;
b.
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
Perseroan;
c.
jangka waktu berdirinya Perseroan;
d.
besarnya modal dasar;
e.
pengurangan modal ditempatkan dan
disetor; dan/atau
f.
status Perseroan yang tertutup menjadi
Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
cukup diberitahukan kepada Menteri.
(4) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam
bahasa Indonesia.
(5) Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat
dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris harus dinyatakan dalam akta
notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan
RUPS.
(6) Perubahan anggaran dasar tidak boleh
dinyatakan dalam akta notaris setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Permohonan persetujuan perubahan anggaran
dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri, paling lambat
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan
anggaran dasar.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
mutatis mutandis berlaku bagi pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada
Menteri.
(9) Setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) permohonan persetujuan atau pemberitahuan
perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan atau disampaikan kepada Menteri.
Pasal 22
(1) Permohonan persetujuan perubahan anggaran
dasar mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan sebagaimana
ditetapkan dalam anggaran dasar harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60
(enam puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir.
(2) Menteri memberikan persetujuan atas permohonan
perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada
tanggal terakhir berdirinya Perseroan.
Pasal 23
(1) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan
Menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.
(2) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan
pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tidak berlaku dalam hal Undang-Undang ini menentukan lain.
Pasal 24
(1) Perseroan yang modal dan jumlah pemegang
sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, wajib mengubah
anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf f dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut.
(2) Direksi Perseroan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 25
(1) Perubahan anggaran dasar mengenai status
Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka mulai berlaku sejak tanggal:
a.
efektif pernyataan pen_daftaran yang
diajukan kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal bagi Perseroan Publik;
atau
b. dilaksanakan penawaran umum, bagi Perseroan
yang mengajukan pernyataan pendaftaran kepada lembaga pengawas di bidang pasar
modal untuk melakukan penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Dalam hal pernyataan pendaftaran Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak menjadi efektif atau Perseroan
yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tidak melaksanakan penawaran umum saham, Perseroan harus mengubah
kembali anggaran dasarnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal
persetujuan Menteri.
Pasal 26
Perubahan
anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka Penggabungan atau Pengambilalihan
berlaku sejak tanggal:
a.
persetujuan Menteri;
b.
kemudian yang ditetapkan dalam
persetujuan Menteri; atau
c.
pemberitahuan perubahan anggaran dasar
diterima Menteri, atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan
atau akta Pengambilalihan.
Pasal 27
Permohonan
persetujuan atas perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (2) ditolak apabila:
a.
bertentangan dengan ketentuan mengenai
tata cara perubahan anggaran dasar;
b.
isi perubahan bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
atau
c.
terdapat keberatan dari kreditor atas
keputusan RUPS mengenai pengurangan modal.
Pasal 28
Ketentuan
mengenai tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan
Menteri mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan, dan keberatannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9,
Pasal 10, dan Pasal 11 mutatis mutandis berlaku bagi
pengajuan permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar dan keberatannya.
Bagian Ketiga
Daftar Perseroan dan
Pengumuman
Paragraf 1
Daftar Perseroan
Pasal 29
(1) Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Daftar Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat data tentang Perseroan yang meliputi:
a.
nama dan tempat kedudukan, maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan;
b.
alamat lengkap Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5;
c.
nomor dan tanggal akta pendirian dan
Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
d.
nomor dan tanggal akta perubahan
anggaran dasar dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(1);
e.
nomor dan tanggal akta perubahan
anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
f.
nama dan tempat kedudukan notaris yang
membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar;
g.
nama lengkap dan alamat pemegang saham,
anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan;
h.
nomor dan tanggal akta pembubaran atau
nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah
diberitahukan kepada Menteri;
i.
berakhirnya status badan hukum
Perseroan;
j.
neraca dan laporan laba rugi dari tahun
buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.
(3) Data Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan dalam
daftar Perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal:
a. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan, persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan
persetujuan;
b. penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran
dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau
c. penerimaan pemberitahuan perubahan data
Perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran dasar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf g mengenai nama lengkap dan alamat pemegang saham Perseroan Terbuka
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(5) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terbuka untuk umum.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar
Perseroan diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Pengumuman
Pasal 30
(1)
Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia:
a.
akta pendirian Perseroan beserta
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
b.
akta perubahan anggaran dasar Perseroan
beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
c.
akta perubahan anggaran dasar yang telah
diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b atau sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengumuman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
MODAL DAN SAHAM
Bagian Kesatu
Modal
Pasal 31
(1) Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh
nilai nominal saham.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas
saham tanpa nilai nominal.
Pasal 32
(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(2) Undang-Undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan
jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1) Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
(2) Modal
ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan bukti penyetoran yang sah.
(3) Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan
setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh.
Pasal 34
(1) Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan
dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.
(2) Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan
dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penilaian setoran modal
saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga
pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
(3) Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak
bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah
RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.
Pasal 35
(1) Pemegang saham dan kreditor lainnya yang
mempunyai tagihan terhadap Perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihnya
sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya,
kecuali disetujui oleh RUPS.
(2) Hak tagih terhadap Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang dapat dikompensasi dengan setoran saham adalah hak
tagih atas tagihan terhadap Perseroan yang timbul karena:
a.
Perseroan telah menerima uang atau
penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan
uang;
b.
pihak yang menjadi penanggung atau
penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sebesar yang
ditanggung atau dijamin; atau
c.
Perseroan menjadi penanggung atau
penjamin utang dari pihak ketiga dan Perseroan telah menerima manfaat berupa
uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung atau tidak langsung
secara nyata telah diterima Perseroan.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai
panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal 36
(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik
untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya
secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
(2) Ketentuan larangan kepemilikan saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap kepemilikan saham
yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat.
(3) Saham yang
diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada
pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam Perseroan.
(4) Dalam hal
Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan efek,
berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan
Kekayaan
Perseroan
Pasal 37
(1) Perseroan dapat membeli kembali saham yang
telah dikeluarkan dengan ketentuan:
a.
pembelian kembali saham tersebut tidak
menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal
yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan
b.
jumlah nilai nominal seluruh saham yang
dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham
yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya
secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10%
(sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali
diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang bertentangan dengan ayat (1) batal karena hukum.
(3) Direksi secara tanggung renteng bertanggung
jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang
timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) Saham yang dibeli kembali Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3
(tiga) tahun.
Pasal 38
(1) Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan
berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Keputusan RUPS yang memuat
persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai
dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara
untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini
dan/atau anggaran dasar.
Pasal 39
(1) RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan
Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
Pasal 40
(1) Saham yang dikuasai Perseroan karena pembelian
kembali, peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat, tidak dapat digunakan
untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan
jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
dan/atau anggaran dasar.
(2) Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berhak mendapat pembagian dividen.
Bagian Ketiga
Penambahan Modal
Pasal 41
(1) Penambahan modal Perseroan dilakukan
berdasarkan persetujuan RUPS.
(2) RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan
Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
Pasal 42
(1)
Keputusan RUPS untuk penambahan modal
dasar adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum dan
jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Keputusan RUPS untuk penambahan modal
ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar adalah sah apabila dilakukan
dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari seluruh jumlah
saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian
dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar
dalam anggaran dasar.
(3) Penambahan
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberitahukan kepada Menteri
untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
Pasal 43
(1) Seluruh saham yang dikeluarkan untuk
penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham
seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
(2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk
penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan,
yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan
perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
(3) Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku dalam hal pengeluaran saham:
a.
ditujukan kepada karyawan Perseroan;
b.
ditujukan kepada pemegang obligasi atau
efek lain yang dapat dikonversikan menjadi saham, yang telah dikeluarkan dengan
persetujuan RUPS; atau
c. dilakukan dalam rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi
yang telah disetujui oleh RUPS.
(4) Dalam hal pemegang saham sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menggunakan hak untuk membeli dan membayar lunas saham yang
dibeli dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran,
Perseroan dapat menawarkan sisa saham yang tidak diambil bagian tersebut kepada
pihak ketiga.
Bagian Keempat
Pengurangan Modal
Pasal 44
(1) Keputusan RUPS untuk pengurangan modal
Perseroan adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan
ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai
ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Direksi wajib memberitahukan keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada semua kreditor dengan mengumumkan
dalam 1 (satu) atau lebih Surat Kabar dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
Pasal 45
(1) Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(2), kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya
kepada Perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada
Menteri.
(2) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima,
Perseroan wajib memberikan jawaban secara tertulis atas keberatan yang
diajukan.
(3) Dalam hal Perseroan:
a.
menolak keberatan atau tidak memberikan
penyelesaian yang disepakati kreditor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal jawaban Perseroan diterima; atau
b.
tidak memberikan tanggapan dalam jangka
waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal keberatan diajukan kepada
Perseroan, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal 46
(1) Pengurangan modal Perseroan merupakan
perubahan anggaran dasar yang harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan apabila:
a.
tidak terdapat keberatan tertulis dari
kreditor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1);
b.
telah dicapai penyelesaian atas
keberatan yang diajukan kreditor; atau
c.
gugatan kreditor ditolak oleh pengadilan
berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 47
(1) Keputusan RUPS tentang pengurangan modal
ditempatkan dan disetor dilakukan dengan cara penarikan kembali saham atau
penurunan nilai nominal saham.
(2) Penarikan kembali saham sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan terhadap saham yang telah dibeli kembali oleh Perseroan
atau terhadap saham dengan klasifikasi yang dapat ditarik kembali.
(3) Penurunan nilai nominal saham tanpa pembayaran
kembali harus dilakukan secara seimbang terhadap seluruh saham dari setiap klasifikasi
saham.
(4) Keseimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat dikecualikan dengan persetujuan semua pemegang saham yang nilai
nominal sahamnya dikurangi.
(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu)
klasifikasi saham, keputusan RUPS tentang pengurangan modal hanya boleh diambil
setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari semua pemegang saham dari
setiap klasifikasi saham yang haknya dirugikan oleh keputusan RUPS tentang
pengurangan modal tersebut.
Bagian Kelima
Saham
Pasal 48
(1)
Saham Perseroan dikeluarkan atas nama
pemiliknya.
(2) Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan
dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal persyaratan
kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah ditetapkan dan tidak
dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat
menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan
dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
dan/atau anggaran dasar.
Pasal 49
(1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang
rupiah.
(2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat
dikeluarkan.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya
pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Pasal 50
(1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan
menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya:
a.
nama dan alamat pemegang saham;
b.
jumlah, nomor, tanggal perolehan saham
yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih
dari satu klasifikasi saham;
c.
jumlah yang disetor atas setiap saham;
d.
nama dan alamat dari orang perseorangan
atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima
jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran
jaminan fidusia tersebut;
e.
keterangan penyetoran saham dalam bentuk
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(2) Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat
keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya
dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
(3) Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham.
(4) Daftar pemegang saham dan daftar khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disediakan di tempat kedudukan
Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham.
(5) Dalam hal peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.
Pasal 51
Pemegang
saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.
Pasal 52
(1) Saham
memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
a.
menghadiri dan mengeluarkan suara dalam
RUPS;
b.
menerima pembayaran dividen dan sisa
kekayaan hasil likuidasi;
c.
menjalankan hak lainnya berdasarkan
Undang-Undang ini.
(2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang
saham atas nama pemiliknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
(4) Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak
yang tidak dapat dibagi.
(5) Dalam hal 1 (satu) saham
dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham tersebut
digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.
Pasal 53
(1) Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi
saham atau lebih.
(2) Setiap saham dalam klasifikasi yang sama
memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu)
klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai
saham biasa.
(4) Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), antara lain:
a.
saham dengan hak suara atau tanpa hak
suara;
b.
saham dengan hak khusus untuk
mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;
c.
saham yang setelah jangka waktu tertentu
ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;
d.
saham yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi
lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;
e.
saham yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain
atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.
Pasal 54
(1)
Anggaran dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham.
(2) Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak
diberikan hak suara perseorangan, kecuali pemegang pecahan nilai nominal saham,
baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai nominal saham lainnya yang
klasifikasi sahamnya sama memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu) nominal saham
dari klasifikasi tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
ayat (4) dan ayat (5) mutatis mutandis berlaku bagi pemegang pecahan nilai
nominal saham.
Pasal 55
Dalam
anggaran dasar Perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 56
(1) Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan
akta pemindahan hak.
(2) Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan.
(3) Direksi wajib
mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut
dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak.
(4) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) belum dilakukan, Menteri menolak permohonan persetujuan atau
pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan susunan dan nama pemegang saham
yang belum diberitahukan tersebut.
(5) Ketentuan mengenai tata cara
pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 57
(1) Dalam anggaran dasar dapat
diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:
a.
keharusan menawarkan terlebih dahulu
kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
b.
keharusan mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau
c.
keharusan mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas
saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berkenaan dengan kewarisan.
Pasal 58
(1) Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang
saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham
klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham
tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual
sahamnya kepada pihak ketiga.
(2) Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan
menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak menarik kembali
penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham
klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya berlaku 1 (satu) kali.
Pasal 59
(1) Pemberian persetujuan pemindahan hak atas
saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus
diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh)
hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan
pemindahan hak tersebut.
(2) Dalam hal
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan
tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui
pemindahan hak atas saham tersebut.
(3) Dalam hal
pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung
sejak tanggal persetujuan diberikan.
Pasal 60
(1)
Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 kepada pemiliknya.
(2) Saham dapat
diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain
dalam anggaran dasar.
(3) Gadai saham
atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan
daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
(4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan
fidusia tetap berada pada pemegang saham.
Pasal 61
(1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan
gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena
tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai
akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
(2) Gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal 62
(1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada
Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang
bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham
atau Perseroan, berupa:
a.
perubahan anggaran dasar;
b.
pengalihan atau penjaminan kekayaan
Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan;
atau
c.
Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib
mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.
BAB IV
RENCANA KERJA, LAPORAN
TAHUNAN,
DAN PENGGUNAAN LABA
Bagian Kesatu
Rencana Kerja
Pasal 63
(1)
Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan
datang.
(2) Rencana kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga anggaran tahunan Perseroan untuk
tahun buku yang akan datang.
Pasal 64
(1) Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
63 disampaikan kepada Dewan Komisaris atau RUPS sebagaimana ditentukan dalam
anggaran dasar.
(2) Anggaran dasar dapat menentukan rencana kerja
yang disampaikan oleh Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat
persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal anggaran dasar menentukan rencana
kerja harus mendapat persetujuan RUPS, rencana kerja tersebut terlebih dahulu
harus ditelaah Dewan Komisaris.
Pasal 65
(1)
Dalam hal Direksi tidak menyampaikan rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64, rencana kerja tahun yang lampau diberlakukan.
(2) Rencana kerja
tahun yang lampau berlaku juga bagi Perseroan yang rencana kerjanya belum
memperoleh persetujuan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Laporan Tahunan
Pasal 66
(1)
Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan
Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku
Perseroan berakhir.
(2) Laporan tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
a.
laporan keuangan yang terdiri atas
sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan
dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang
bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan
atas laporan keuangan tersebut;
b.
laporan mengenai kegiatan Perseroan;
c.
laporan pelaksanaan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan;
d.
rincian masalah yang timbul selama tahun
buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
e.
laporan mengenai tugas pengawasan yang
telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
f.
nama anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris;
g.
gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi
dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan
untuk tahun yang baru lampau.
(3) Laporan keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.
(4) Neraca dan laporan laba rugi
dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
(1)
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani
oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada
tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal
panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham.
(2) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan
tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam
laporan tahunan.
(3) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau
anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang
bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.
Pasal 68
(1) Direksi wajib
menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit
apabila:
a. kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun
dan/atau mengelola dana masyarakat;
b.
Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
c.
Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
d.
Perseroan merupakan persero;
e.
Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah
peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah); atau
f.
diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan atas hasil audit akuntan publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS
melalui Direksi.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c
setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar.
(5) Pengumuman neraca dan laporan laba rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah mendapat pengesahan RUPS.
(6) Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69
(1) Persetujuan laporan tahunan termasuk
pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris
dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan atas pengesahan laporan keuangan dan
persetujuan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(3) Dalam hal laporan keuangan yang disediakan
ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang
dirugikan.
(4) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila
terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Bagian Ketiga
Penggunaan Laba
Pasal 70
(1)
Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku
untuk cadangan.
(2) Kewajiban penyisihan untuk cadangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo
laba yang positif.
(3) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.
(4) Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai
jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk
menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
Pasal 71
(1) Penggunaan laba bersih termasuk penentuan
jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)
diputuskan oleh RUPS.
(2) Seluruh laba bersih setelah dikurangi
penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)
dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam
RUPS.
(3) Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya boleh dibagikan apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.
Pasal 72
(1) Perseroan dapat membagikan dividen interim
sebelum tahun buku Perseroan berakhir sepanjang diatur dalam anggaran dasar
Perseroan.
(2) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan apabila jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak
menjadi lebih kecil daripada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah
cadangan wajib.
(3) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak boleh mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat
memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan.
(4) Pembagian dividen interim ditetapkan
berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris,
dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3).
(5) Dalam hal
setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen
interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada
Perseroan.
(6) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab
secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak
dapat mengembalikan dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 73
(1) Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung
sejak tanggal yang ditetapkan untuk pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke
dalam cadangan khusus.
(2) RUPS mengatur tata cara pengambilan dividen
yang telah dimasukkan ke dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Dividen yang
telah dimasukkan dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
tidak diambil dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun akan menjadi hak Perseroan.
BAB V
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN
LINGKUNGAN
Pasal 74
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
Pasal 75
(1) RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak
memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau
Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak
bertentangan dengan kepentingan Perseroan.
(3) RUPS dalam
mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang
saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara
rapat.
(4) Keputusan atas mata acara rapat yang
ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
Pasal 76
(1)
RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan
kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di
tempat kedudukan bursa di mana saham Perseroan dicatatkan.
(3) Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia.
(4) Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua
pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan
agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
Pasal 77
(1)
Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat
juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana
media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat
dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
(2) Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan
keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau
sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Setiap
penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah
rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.
Pasal 78
(1) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS
lainnya.
(2)
RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun buku berakhir.
(3) Dalam RUPS
tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2).
(4) RUPS lainnya
dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.
Pasal 79
(1)
Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat
(2) dan RUPS lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dengan
didahului pemanggilan RUPS.
(2)
Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan:
a.
1 (satu) orang atau lebih pemegang saham
yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah
yang lebih kecil; atau
b.
Dewan Komisaris.
(3)
Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya.
(4) Surat
Tercatat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang disampaikan oleh pemegang
saham tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris.
(5) Direksi wajib
melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari
terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(6) Dalam hal
Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
a.
permintaan penyelenggaraan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diajukan kembali kepada Dewan
Komisaris; atau
b. Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri
RUPS, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(7)
Dewan Komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf a dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal
permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(8) RUPS yang diselenggarakan Direksi berdasarkan
panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) membicarakan masalah yang
berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mata acara rapat
lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.
(9) RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris
berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan ayat
(7) hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).(10) Penyelenggaraan RUPS Perseroan Terbuka tunduk pada
ketentuan Undang-Undang ini sepanjang ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal tidak menentukan lain.
Pasal 80
(1) Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak
melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS
dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada
pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan
mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin
untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan
bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk
diselenggarakannya RUPS.
(3) Penetapan
ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga
ketentuan mengenai:
a. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan
permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan
ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang ini
atau anggaran dasar; dan/atau
b. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau
Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
(4) Ketua pengadilan negeri menolak permohonan
dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah
dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya
RUPS.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
boleh membicarakan mata acara rapat sebagaimana ditetapkan oleh ketua
pengadilan negeri.
(6) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai
pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(7) Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri
menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), upaya hukum yang dapat
diajukan hanya kasasi.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga bagi Perseroan Terbuka dengan memperhatikan persyaratan pengumuman
akan diadakannya RUPS dan persyaratan lainnya untuk penyelenggaraan RUPS
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 81
(1)
Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham sebelum menyelenggarakan
RUPS.
(2) Dalam hal
tertentu, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham berdasarkan penetapan ketua pengadilan
negeri.
Pasal 82
(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak
memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat
Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.
(3) Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal,
waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang
akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal
dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika
diminta.
(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak
sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang
saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut
disetujui dengan suara bulat.
Pasal 83
(1) Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan
RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan
pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan
RUPS.
Pasal 84
(1)
Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar
menentukan lain.
(2) Hak suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a.
saham Perseroan yang dikuasai sendiri
oleh Perseroan;
b.
saham induk Perseroan yang dikuasai oleh
anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau
c.
saham Perseroan yang dikuasai oleh
Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki
oleh Perseroan.
Pasal 85
(1) Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili
berdasarkan surat
kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah
saham yang dimilikinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara.
(3) Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan
oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang
saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk
sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda.
(4) Dalam pemungutan suara, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang
bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam
RUPS, surat
kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut.
(6) Ketua rapat berhak menentukan siapa yang
berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang ini dan
anggaran dasar Perseroan.
(7) Terhadap Perseroan Terbuka selain berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) berlaku juga
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 86
(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih
dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir
atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah
kuorum yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan
bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu
pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili,
kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas
permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan
bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga
akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan
negeri.
(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai
kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga
dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam
jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh
satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Pasal 87
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan
adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah suara
yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa
keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
Pasal 88
(1)
RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga
perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan
RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86
ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku
bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka
sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal.
Pasal 89
(1) RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan
pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat
dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan
keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian
dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4
(tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran
dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS
berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 90
(1)
Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh
ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari
dan oleh peserta RUPS.
(2) Tanda tangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila risalah RUPS
tersebut dibuat dengan akta notaris.
Pasal 91
Pemegang
saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat
semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan
menandatangani usul yang bersangkutan.
BAB VII
DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
Bagian Kesatu
Direksi
Pasal 92
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang
tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran
dasar.
(3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang
anggota Direksi atau lebih.
(4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang
menerbitkan surat
pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling
sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5) Dalam hal
Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan
wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan
RUPS.
(6) Dalam hal
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan
wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.
Pasal 93
(1)
Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang
cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a.
dinyatakan pailit;
b.
menjadi anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan
pailit; atau
c.
dihukum karena melakukan tindak pidana
yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang
menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.
Pasal 94
(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota
Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu
tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar mengatur tata cara
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga
mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai
berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai
berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi,
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai
berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7)
Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi,
Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk
dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan
atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum
tercatat dalam daftar Perseroan.
(9) Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak termasuk pemberitahuan yang
disampaikan oleh Direksi baru atas pengangkatan dirinya sendiri.
Pasal 95
(1) Pengangkatan anggota Direksi yang tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 batal karena hukum
sejak saat anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris mengetahui tidak
terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris
harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang bersangkutan dalam
Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar
Perseroan.
(3) Perbuatan
hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal, tetap
mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Perbuatan
hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak
sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak mengurangi tanggung jawab anggota Direksi yang bersangkutan terhadap
kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 104.
Pasal 96
(1)
Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan
berdasarkan keputusan RUPS.
(2) Kewenangan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada Dewan
Komisaris.
(3) Dalam hal kewenangan RUPS dilimpahkan kepada
Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), besarnya gaji dan tunjangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan
Komisaris.
Pasal 97
(1)
Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh
secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau
lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(4) Dalam hal
Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila
dapat membuktikan:
a.
kerugian tersebut bukan karena kesalahan
atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan;
c.
tidak mempunyai benturan kepentingan
baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan
kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah
timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap
anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian
pada Perseroan.
(7) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain
dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.
Pasal 98
(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan.
(2)
Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili
Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran
dasar.
(3) Kewenangan
Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang
ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.
(4) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau
anggaran dasar Perseroan.
Pasal 99
(1) Anggota
Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:
a.
terjadi perkara di pengadilan antara
Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b.
anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan.
(2)
Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak
mewakili Perseroan adalah:
a.
anggota Direksi lainnya yang tidak
mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;
b.
Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan
kepentingan dengan Perseroan; atau
c.
pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam
hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan.
Pasal 100
(1) Direksi
Wajib:
a.
membuat daftar pemegang saham, daftar
khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi;
b.
membuat laporan tahunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan; dan
c.
memelihara seluruh daftar, risalah, dan
dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan
dokumen Perseroan lainnya.
(2) Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan
Perseroan, dan dokumen Perseroan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disimpan di tempat kedudukan Perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham,
Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang
saham, daftar khusus, risalah RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan
tahunan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
menentukan lain.
Pasal 101
(1)
Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki
anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan
Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.
(2) Anggota Direksi yang tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menimbulkan kerugian bagi
Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut.
Pasal 102
(1) Direksi wajib
meminta persetujuan RUPS untuk:
a.
mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
b.
menjadikan jaminan utang kekayaan
Perseroan;
yang merupakan
lebih dari 50% (lima
puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau
lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama
sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan
atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai
pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya.
(4) Perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat
Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
(5) Ketentuan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan
tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis
mutandis berlaku bagi keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 103
Direksi
dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau
lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan
hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.
Pasal 104
(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan
pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga sebelum memperoleh
persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak
cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut,
setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh
kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah
menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan.
(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas
kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat
membuktikan:
a.
kepailitan tersebut bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya;
b.
telah melakukan pengurusan dengan itikad
baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c.
tidak mempunyai benturan kepentingan
baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan;
dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi
Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Pasal 105
(1) Anggota
Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan
menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil setelah yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3) Dalam hal keputusan untuk memberhentikan
anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan
di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91,
anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang rencana
pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil
keputusan pemberhentian.
(4) Pemberian kesempatan untuk membela diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan
tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut.
(5) Pemberhentian
anggota Direksi berlaku sejak:
a.
ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1);
b.
tanggal keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3);
c.
tanggal lain yang ditetapkan dalam
keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
d.
tanggal lain yang ditetapkan dalam
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 106
(1)
Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan
menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis
kepada anggota Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota
Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berwenang melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan
Pasal 98 ayat (1).
(4) Dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian
sementara harus diselenggarakan RUPS.
(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(6) RUPS mencabut atau menguatkan keputusan
pemberhentian sementara tersebut.
(7) Dalam hal
RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi yang
bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya.
(8) Dalam hal
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan,
pemberhentian sementara tersebut menjadi batal.
(9) Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (8) berlaku ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 107
Dalam anggaran
dasar diatur ketentuan mengenai:
a.
tata cara pengunduran diri anggota
Direksi;
b.
tata cara pengisian jabatan anggota
Direksi yang lowong; dan
c.
pihak yang berwenang menjalankan
pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan
atau diberhentikan untuk sementara.
Bagian Kedua
Dewan Komisaris
Pasal 108
(1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas
kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan
maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
(2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang
anggota atau lebih.
(4) Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1
(satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak
dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan
Komisaris.
(5) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan
surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai
paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.
Pasal 109
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai
Dewan Pengawas Syariah.
(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh
RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta
mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal 110
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan
Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum,
kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a.
dinyatakan pailit;
b.
menjadi anggota Direksi atau anggota
Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan
pailit; atau
c.
dihukum karena melakukan tindak pidana
yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang
menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh
Perseroan.
Pasal 111
(1) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan
Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka
waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar
mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan
Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat
mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai
berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan
Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak
ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian,
dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan
perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan tentang
perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri
oleh Direksi.
Pasal 112
(1) Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan
ayat (2) batal karena hukum sejak saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau
Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan batalnya pengangkatan
anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh
anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama
Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi
tanggung jawab Perseroan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak mengurangi tanggung jawab anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan
terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dan Pasal 115.
Pasal 113
Ketentuan
tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan
Komisaris ditetapkan oleh RUPS.
Pasal 114
(1)
Dewan
Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 108 ayat (1).
(2)
Setiap
anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan
bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat
kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Setiap
anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal
Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih,
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung
renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
(5) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila
dapat membuktikan:
a.
telah melakukan pengawasan dengan itikad
baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan;
b.
tidak mempunyai kepentingan pribadi baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang
mengakibatkan kerugian; dan
c.
telah memberikan nasihat kepada Direksi
untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6)
Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat
anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
Pasal 115
(1)
Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris
dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi
dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan
akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung
renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum
dilunasi.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5
(lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(3) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
apabila dapat membuktikan:
a.
kepailitan tersebut bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya;
b.
telah melakukan tugas pengawasan dengan
itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan;
c.
tidak mempunyai kepentingan pribadi,
baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang
mengakibatkan kepailitan; dan
d.
telah memberikan nasihat kepada Direksi
untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Pasal 116
Dewan Komisaris
wajib:
a.
membuat risalah rapat Dewan Komisaris
dan menyimpan salinannya;
b.
melaporkan kepada Perseroan mengenai
kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan
lain; dan
c.
memberikan laporan tentang tugas
pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
Pasal 117
(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan
pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau
bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2) Dalam hal anggaran dasar menetapkan
persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap
mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut
beritikad baik.
Pasal 118
(1)
Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan
RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam
keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu
untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban
Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
Pasal 119
Ketentuan
mengenai pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105
mutatis mutandis berlaku bagi pemberhentian anggota Dewan Komisaris.
Pasal 120
(1) Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya
1 (satu) orang atau lebih komisaris independen dan 1 (satu) orang komisaris
utusan.
(2) Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi
dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
lainnya.
(3) Komisaris utusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan
rapat Dewan Komisaris.
(4) Tugas dan wewenang komisaris utusan ditetapkan
dalam anggaran dasar Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas
dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang
dilakukan Direksi.
Pasal 121
(1) Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang
anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
BAB VIII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN,
PENGAMBILALIHAN, DAN
PEMISAHAN
Pasal 122
(1) Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan
Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
(2) Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.
(3) Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
a.
aktiva dan pasiva Perseroan yang
menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang
menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
b. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan
atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang
menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan
c.
Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan
diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan
mulai berlaku.
Pasal 123
(1) Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri
dan menerima Penggabungan menyusun rancangan Penggabungan.
(2) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan
dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b. alasan serta penjelasan
Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan
Penggabungan;
c. tata cara penilaian dan
konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang
menerima Penggabungan;
d. rancangan perubahan anggaran
dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
e. laporan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku
terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
f. rencana kelanjutan atau
pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
g. neraca proforma Perseroan
yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia;
h. cara penyelesaian status, hak
dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan diri;
i. cara penyelesaian hak dan
kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j. cara penyelesaian hak
pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
k. nama anggota Direksi dan
Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan
Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l. perkiraan jangka waktu
pelaksanaan Penggabungan;
m. laporan mengenai keadaan,
perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
n. kegiatan utama setiap
Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun
buku yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan
yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
(3) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap
Perseroan diajukan kepada RUPS masing-masing untuk mendapat persetujuan.
(4) Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan
Penggabungan selain berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini, perlu mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi
Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 124
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku bagi Perseroan
yang akan meleburkan diri.
Pasal 125
(1)
Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah
dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan
atau langsung dari pemegang saham.
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan.
(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
terhadap Perseroan tersebut.
(4) Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh badan
hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum
Pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran
dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89.
(5) Dalam hal
Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih
menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan
yang akan diambil alih.
(6)
Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih
dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan
Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang
akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
b.
alasan serta penjelasan Direksi
Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil
alih;
c.
laporan keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang
akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
d.
tata cara penilaian dan konversi saham
dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila
pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e.
jumlah saham yang akan diambil alih;
f.
kesiapan pendanaan;
g. neraca konsolidasi proforma Perseroan yang
akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian hak pemegang saham yang
tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i.
cara penyelesaian status, hak dan kewajiban
anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil
alih;
j.
perkiraan jangka waktu pelaksanaan
Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari
pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k.
rancangan perubahan anggaran dasar
Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(7) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan
langsung dari pemegang saham, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan
ayat (6) tidak berlaku.
(8) Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan yang
diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat
oleh Perseroan dengan pihak lain.
Pasal 126
(1)
Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib
memperhatikan kepentingan:
a.
Perseroan, pemegang saham minoritas,
karyawan Perseroan;
b.
kreditor dan mitra usaha lainnya dari
Perseroan; dan
c.
masyarakat dan persaingan sehat dalam
melakukan usaha.
(2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap
keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Pasal 127
(1) Keputusan RUPS mengenai Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sah apabila diambil sesuai dengan
ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(2) Direksi Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan
ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan
secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh
rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan di kantor
Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS
diselenggarakan.
(4) Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan
dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengenai Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan sesuai dengan rancangan tersebut.
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap
menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(6) Dalam hal
keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan tanggal
diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut
harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
(7) Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) belum tercapai, Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan tidak dapat dilaksanakan.
(8)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi
pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari
pemegang saham dalam Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125.
Pasal 128
(1)
Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang telah
disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa
Indonesia.
(2) Akta
Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib
dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(3) Akta
Peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pembuatan akta
pendirian Perseroan hasil Peleburan.
Pasal 129
(1) Salinan akta
Penggabungan Perseroan dilampirkan pada:
a.
pengajuan permohonan untuk mendapatkan
persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1); atau
b.
penyampaian pemberitahuan kepada Menteri
tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal
Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta
Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar
Perseroan.
Pasal 130
Salinan akta
Peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan Keputusan
Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan hasil Peleburan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
Pasal 131
(1) Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib
dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan
anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan
secara langsung dari pemegang saham, salinan akta pemindahan hak atas saham
wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang
perubahan susunan pemegang saham.
Pasal 132
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 berlaku juga bagi
Penggabungan, Peleburan,
atau Pengambilalihan.
Pasal 133
(1) Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan
atau Direksi Perseroan hasil Peleburan wajib mengumumkan hasil Penggabungan
atau Peleburan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan
atau Peleburan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga terhadap Direksi dari Perseroan yang sahamnya diambil alih.
Pasal 134
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 135
(1) Pemisahan
dapat dilakukan dengan cara:
a.
Pemisahan murni; atau
b.
Pemisahan tidak murni.
(2) Pemisahan murni sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena
hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan
Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut berakhir karena hukum.
(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan
beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang menerima
peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap ada.
Pasal 136
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Pemisahan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 137
Dalam
hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain,
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII berlaku juga bagi Perseroan
Terbuka.
BAB IX
PEMERIKSAAN TERHADAP
PERSEROAN
Pasal 138
(1) Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan
bahwa:
a.
Perseroan melakukan perbuatan melawan
hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau
b.
anggota Direksi atau Dewan Komisaris
melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham
atau pihak ketiga.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
(3)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh:
a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara;
b.
pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar
Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan
permohonan pemeriksaan; atau
c.
kejaksaan untuk kepentingan umum.
(4) Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah pemohon terlebih dahulu meminta
data atau keterangan kepada Perseroan dalam RUPS dan Perseroan tidak memberikan
data atau keterangan tersebut.
(5) Permohonan untuk mendapatkan
data atau keterangan tentang Perseroan atau permohonan pemeriksaan untuk
mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan atas alasan yang
wajar dan itikad baik.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) huruf a, dan
ayat (4) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal menentukan lain.
Pasal 139
(1)
Ketua pengadilan negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 138.
(2) Ketua
pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak permohonan apabila
permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar dan/atau tidak
dilakukan dengan itikad baik.
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan, ketua
pengadilan negeri mengeluarkan penetapan pemeriksaan dan mengangkat paling
banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk
mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan.
(4) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, karyawan Perseroan, konsultan, dan akuntan publik yang telah
ditunjuk oleh Perseroan tidak dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
(5) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak
memeriksa semua dokumen dan kekayaan Perseroan yang dianggap perlu oleh ahli
tersebut untuk diketahui.
(6) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan semua karyawan Perseroan wajib memberikan segala keterangan yang
diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(7) Ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib merahasiakan hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan.
Pasal 140
(1) Laporan hasil
pemeriksaan disampaikan oleh ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 kepada
ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam
penetapan pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari
terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri memberikan salinan
laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon dan Perseroan yang bersangkutan dalam
jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
laporan hasil pemeriksaan diterima.
Pasal 141
(1) Dalam hal permohonan untuk melakukan
pemeriksaan dikabulkan, ketua pengadilan negeri menentukan jumlah maksimum
biaya pemeriksaan.
(2) Biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibayar oleh Perseroan.
(3) Ketua pengadilan negeri atas permohonan
Perseroan dapat membebankan penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemohon, anggota Direksi, dan/atau
anggota Dewan Komisaris.
BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN
BERAKHIRNYA STATUS BADAN
HUKUM
PERSEROAN
Pasal 142
(1) Pembubaran
Perseroan terjadi:
a.
berdasarkan keputusan RUPS;
b.
karena jangka waktu berdirinya yang
ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
c.
berdasarkan penetapan pengadilan;
d.
dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan
putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta
pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
e.
karena harta pailit Perseroan yang telah
dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f.
karena dicabutnya izin usaha Perseroan
sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal
terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
a.
wajib diikuti dengan likuidasi yang
dilakukan oleh likuidator atau kurator; dan
b.
Perseroan tidak dapat melakukan
perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan
dalam rangka likuidasi.
(3) Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan
keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar
telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan
pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku
likuidator.
(4) Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan
dicabutnya kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, pengadilan
niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan
dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
(5) Dalam hal
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilanggar, anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung
renteng.
(6) Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian
sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan
terhadap Direksi mutatis mutandis berlaku bagi likuidator.
Pasal 143
(1) Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan
Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan
pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.
(2) Sejak saat pembubaran pada setiap surat ke luar
Perseroan dicantumkan kata "dalam likuidasi" di belakang nama
Perseroan.
Pasal 144
(1) Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu)
pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul
pembubaran Perseroan kepada RUPS.
(2) Keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan
sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87
ayat (1) dan Pasal 89.
(3) Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang
ditetapkan dalam keputusan RUPS.
Pasal 145
(1) Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum
apabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar
berakhir.
(2) Dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya
Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator.
(3) Direksi tidak
boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan setelah jangka waktu
berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
Pasal 146
(1) Pengadilan
negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan
Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang
melanggar peraturan perundang-undangan;
b. permohonan pihak yang berkepentingan
berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
c. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan
Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
(2) Dalam penetapan
pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.
Pasal 147
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib
memberitahukan:
a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran
Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan
Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk
dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.
(2) Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat
Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a memuat:
a.
pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
b.
nama dan alamat likuidator;
c.
tata cara pengajuan tagihan; dan
d.
jangka waktu pengajuan tagihan.
(3)
Jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Pemberitahuan
kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilengkapi
dengan bukti:
a.
dasar hukum pembubaran Perseroan; dan
b.
pemberitahuan kepada kreditor dalam
Surat Kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
Pasal 148
(1)
Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 147 belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak
ketiga.
(2) Dalam hal
likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita pihak ketiga.
Pasal 149
(1) Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan
harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi meliputi pelaksanaan:
a.
pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan
utang Perseroan;
b.
pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita
Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi;
c.
pembayaran kepada para kreditor;
d.
pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi
kepada pemegang saham; dan
e.
tindakan lain yang perlu dilakukan dalam
pelaksanaan pemberesan kekayaan.
(2) Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang
Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan
permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan
lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui
pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
(3) Kreditor dapat mengajukan keberatan atas
rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60
(enam) puluh hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b.
(4) Dalam hal pengajuan keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditolak oleh likuidator, kreditor dapat mengajukan
gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh)
hari terhitung sejak tanggal penolakan.
Pasal 150
(1) Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (3), dan kemudian
ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
penolakan.
(2) Kreditor yang belum mengajukan tagihannya
dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
147 ayat (1).
(3) Tagihan yang
diajukan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam hal
terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham.
(4) Dalam hal
sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan
terdapat tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri
memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi
yang telah dibagikan kepada pemegang saham.
(5) Pemegang saham wajib mengembalikan sisa
kekayaan hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara proporsional
dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan.
Pasal 151
(1) Dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149, atas permohonan pihak yang
berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat
mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama.
(2) Pemberhentian likuidator sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar
keterangannya.
Pasal 152
(1) Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau
pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
(2) Kurator bertanggung jawab kepada hakim
pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
(3) Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri
dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS
memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan
menerima pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berlaku juga bagi kurator yang pertanggungjawabannya telah diterima oleh hakim
pengawas.
(5) Menteri mencatat berakhirnya status badan
hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan, setelah
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
berlaku juga bagi berakhirnya status badan hukum Perseroan karena Penggabungan,
Peleburan, atau Pemisahan.
(7) Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau
kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas.
(8) Menteri mengumumkan berakhirnya status badan
hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
BAB XI
B I A Y A
Pasal 153
Ketentuan
mengenai biaya untuk:
a.
memperoleh persetujuan pemakaian nama
Perseroan;
b.
memperoleh keputusan pengesahan badan
hukum Perseroan;
c.
memperoleh keputusan persetujuan
perubahan anggaran dasar;
d.
memperoleh informasi tentang data
Perseroan dalam daftar Perseroan;
e.
pengumuman yang diwajibkan dalam
Undang-Undang ini dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia; dan
f. memperoleh salinan Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan atau persetujuan perubahan anggaran
dasar Perseroandiatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 154
(1) Bagi Perseroan
Terbuka berlaku ketentuan Undang-Undang ini jika tidak diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan
Undang-Undang ini tidak boleh bertentangan dengan asas hukum Perseroan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 155
Ketentuan
mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan
kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Pidana.
Pasal 156
(1) Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan
Undang-Undang ini dibentuk tim ahli pemantauan hukum Perseroan.
(2) Keanggotaan tim sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas unsur:
a.
pemerintah;
b.
pakar/akademisi;
c.
profesi; dan
d.
dunia usaha.
(3) Tim ahli berwenang mengkaji akta pendirian dan
perubahan anggaran dasar yang diperoleh atas inisiatif sendiri dari tim atau
atas permintaan pihak yang berkepentingan, serta memberikan pendapat atas hasil
kajian tersebut kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan,
susunan organisasi dan tata kerja tim ahli diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 157
(1) Anggaran dasar dari Perseroan yang telah
memperoleh status badan hukum dan perubahan anggaran dasar yang telah disetujui
atau dilaporkan kepada Menteri dan didaftarkan dalam daftar perusahaan sebelum
Undang-Undang ini berlaku tetap berlaku jika tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.
(2) Anggaran dasar dari Perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum
disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, wajib disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
(3) Perseroan yang telah memperoleh status badan
hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(4) Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran
dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan
berdasarkan putusan pengadilan negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang
berkepentingan.
Pasal 158
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus
menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 159
Peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan
yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 160
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 161
Undang-Undang ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan, agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Sumber:
storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/DalamNegri/UU_No.40-2007.doc